Pewarnaan pada kain tradisional biasanya memakai pewarna yang berasal dari alam; daun, kulit atau akar pohon. Berbeda dengan kain Gringsing asal Bali ini, konon warna merah dari kain yang didominasi warna merah, berasal dari darah manusia. Darah tersebut memang dipercaya memiliki kekuatan khusus seperti menolak bala, melindungi si pemakai dari hal-hal yang buruk (magis).
Tentulah bahan pewarnaan itu hanyalah mitos, warna merah didapat dari kelopak pohon kepudung putih dicampur dengan akar pohon sunti. Mitos tersebut dibuat untuk menjaga agar teknik dan motif kain Gringsing tidak dibawa keluar dari Desa Tenganan. Mitos lainnya, wanita yang sedang datang bulan tidak diperkenankan membuat kain ini.
Sebelum memulai menenun, ada upacara doa yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan selama pengerjaan dan juga untuk hasil yang baik. Proses upacara dimulai dengan mencelupkan benang ke dalam minyak lilin dan air serbuk kayu ke dalam wadah yang disebut tanah hat kemudian ditutup dengan kain putih hitam untuk menghindari adanya pengaruh dari roh jahat. Sesaji diberikan seiring dengan ikatan pertama disimpulkan. Sesaji berupa kembang sepatu, daun sirih gulung, sirih, dan 2 set uang kepeng yang pada lubangnya digantungkan kain katun dan diikatkan ke dua buah kendi. Ikatan terakhir hanya boleh dilakukan oleh wanita yang sudah tidak datang bulan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar