Bali selain terkenal dengan pesona alam serta adat istiadatnya, juga terkenal dengan kain khasnya, yaitu kain grinsing. Kain ini dibuat di desa Tenganan di Kabupaten Karangasem, desa ini sering disebut juga Bali Aga, yang merupakan tempat tinggal suku asli Bali dan masih mempertahankan kehidupan tradisonal. Dari sinilah kain Grinsing berasal, kata Gringsing sendiri terdiri dari kata ‘gering’ yang berarti sakit atau musibah dan ‘sing’ yang berarti tidak. Dan arti kain itu adalah penolak bala.
Kain Gringsing dibuat melalui proses tenun dobel ikat kain yang sulit dan memakai waktu cukup lama dalam proses pembuatannya, sampai memakan waktu kurang lebih 3 tahun. Teknik tenun dobel ikat kain sendiri hanya ditemui di 3 tempat di dunia, Indonesia, India dan Jepang. Karena itu, kain Gringsing merupakan kain yang langka dan mahal harganya. Warna kain ini didominasi dengan warna merah dan pewarnaanya masih menggunakan pewarna alami seperti:
• Warna merah: dari kelopak pohon kepudung putih dicampur dengan akar pohon sunti.
• Warna kuning: dari minyak buah kemiri yang berumur 1 tahun dan dicampur dengan abu kayu kemiri.
• Warna hitam: dari pohon taum.
Jika kain tradisional Indonesia lainnya memiliki motif yang cukup banyak dan beragam, motif kain Gringsing ada sekitar 20 dan sekarang hanya 14 jenis motif yang masih dikerjakan. Beberapa dari motif tersebut adalah; Motif Cecempakaan: motif yang terdidri dari bunga cempaka. Ada beberapa jenis dari motif ini misalnya Cecempakaan Petang, Putri, Pat Likur. Fungsinya untuk pakaian dan keperluan upacara. Motif Isi: motif yang memenuhi seluruh permukaan kain, tidak ada yang dibiarkan kosong. Kain dengan motif ini hanya untuk upacara saja.
Masyarakat Tenganan wajib memiliki kain ini karena kain ini merupakan bagian dari kelengkapan upacara. Misalnya untuk upacara kematian (Ngaben), Gringsing digunakan untuk mengusung mayat, Upacara potong gigi, digunakan sebagai alas bantal.
posted by: 1235ty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar