Motif Panji Krentil
Tuban, sebuah daerah pesisir di utara Jawa timur, turut menyumbang keberagaman kain tradisional Indonesia melalui tenun Batiknya yang lazim disebut sebagai Tenun gedog atau Batik tenun gedog. Kain Batik ini dibuat bukan hanya melalui proses pembatikan tetapi menenun terlebih dahulu lembaran kain yang akan di batik. Mungkin bagi sebagian masyarakat Tenun Gedog kurang akrab di telinga, itu dikarenakan profesi perajin Tenun Gedog ini adalah profesi sampingan, sedangkan profesi utama mereka adalah petani, jadi jika musim tanam dan panen tiba mereka turun ke sawah. Selain itu, faktor lain adalah jumlah generasi muda yang meneruskan tenun ini sedikit. Walau begitu nama tenun Gedog bukan hanya terbatas pada Kabupaten Tuban tetapi sudah mendunia, kain tenun Gedog sudah merambah mancanegara seperti Jepang, Australia, dan beberapa negara Eropa seperti Perancis dan Belanda. Nama tenun Gedog ini berasal suara saat menenun kain yang berbunyi alat tenun yang digunakan saat menenun kain yang akan dibatik, bunyinya dok-dok, sehingga kain ini kemudian dinamai Tenun Gedog.
Proses pertama dalam pembuatan kain ini adalah proses penenunan. Bahan bakunnya adalah kapas, ada dua macam kapas; kapas putih disebut lawe dan kapas coklat disebut lawa. Kapas putih dapat diperoleh di sekitar rumah para penenun, sedangkan kapas coklat didatangkan dari daerah lain. Proses pertama adalah merebus benang yang sudah dipintal agar tidak mudah putus. Setalah itu benang dikanji dengan beras dengan tujuan untuk meratakan bulu-bulu benang, penenun akan menyikat benang jika masih ditemukan bulu. Selanjutnya benang akan dijemur dan setelah benar-benar kering, benang digulung sesuai dengan keinginan. Jadi jika kain yang ditenun lebih lebar dari standar maka gulungan benangpun akan lebih besar. Proses tenun ini biasanya memakan waktu sampai 2 hari.
Kain yang sudah ditenun, kemudian dibatik. Proses pembatikan sama seperti kain Batik lainnya, seperti mencakup penggambaran motif di atas kain, penggunaan malam, pewarnaan kain, pencelupan sampai proses pengeringan. Untuk pewarnaan digunakan pewarna alami yang bahannya masih dapat disekitar pemukiman penduduk. Warna khas dari Tenun Gedog adalah warna biru atau indigo yang dihasilkan dari pohon nila, tetapi sayangnya pohon ini sudah jarang ditemui karena warga setempat sudah jarang menanam pohon itu. Warna lainnya adalah coklat yang diambil dari pohon mahoni.
Motif Tenun Gedog ini terinspirasi oleh kegiatan masyarakat Tuban yang didasari oleh kebudayaan yang sangat kaya dengan kebudayaan Jawa, Islam dan Cina sangat mendominasi motif Tenun Gedog. Kebudayaan Jawa berasal dari jaman kerajaan Majapahit, Jawa Timur merupakan pusat kerajaan Majapahit dan Tuban adalah kota pesisir yang dulunya sering disinggahi kapal-kapal perdagangan tak terkecuali kapal dari Cina, sehingga terjadi pencampuran budaya. Budaya Islam sendiri dikembangkan oleh Sunan Bonang yang menyebarkan ajaran Islam di Jawa Timur dan Tuban sendiri adalah pusat penyiaran Islam di Jawa Timur. Aplikasi budaya tersebut terlihat pada tiga unsur yang khas pada motif Tenun Gedog ini. Pertama adalah burung Hong yang berasal dari Kebudayaan Cina, kedua adalah gambar bunga berasal dari kebudayaan Islam dan terakhir Kijing Miring yang berasal dari kebudayaan Jawa dan umumnya banyak terdapat pada motif Batik Jawa lainnya.
Motif-motif Tenun Gedog antara lainnya adalah: Ganggeng,Kembang Randu, Kembang Waluh, Cuken, Melati Selangsang, Satriyan, Kijing Miring, Likasan Kothong, Guntingan, Panjiori dan Kenongo Uleren. Motif lainnya yang hanya boleh dikenakan oleh pangeran adalah Panji Krentil, Panj Serong, dan Panji Konang. Panji Krentil dipercaya bisa menyembuhkan penyakit karena ada warna biru atau indigonya. Pada dulunya kain Tenun gedog hanya digunakan untuk upacara seperti upacara sedekah bumi atau upacara pemakaman. Tetapi sekarang Tenun Gedog digunakan untuk pakaian, souvenir, taplak meja, hiasan dinding dan lain-lain.
Pengaruh Budaya Jawa, Islam dan Cina (Burung Hong)
posted by: 1235ty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar