Jumat, 30 Juli 2010

Doa, Harapan dan Kain


Berbicara mengenai kain tradisional Indonesia, bukan hanya berbicara mengenai pelindung tubuh, juga bukan mengenai trend fashion semata. Kain tradisional Indonesia sarat akan makna dan tujuan. Dalam selembar kain sarat akan doa dan harapan agar si pemakai terlindungi dari segala marabahaya maupun musibah, serta selalu mendapat perlindungan dari Tuhan Yang Mahakuasa. Semua doa dan pengharapan itu disimbolisasikan melalui motif-motif yang tergambar di atas kain.



Membuat kain tradisional, tidak hanya sebuah proses merubah bahan mentah menajdi selembar kain yang cantik dan indah tetapi juga sebuah ritual yang penuh dengan kesakralan dan kesucian. Umumnya proses pertama dari pembuatan kain tradisional adalah berdoa, tujuannya jelas untuk meminta kesabaran dan ketekunan selama proses pembuatan serta kain yang akan diselesaikan nanti dapat memberikan kebaikan bagi siapapun yang memakainya.

Dan setelah meneliti dan menulis beberapa kain tradisional, penulis berkesimpulan bahwa kekhasan kain tradisional terdapat pada teknik pembuatan kain, bahan pembuat kain (sutra, katun, benang emas atau perak), dan yang paling utama adalah motif. Motif inilah yang menjadi pembeda fungsi setiap kain. Beberapa motif menunjukkan fungsi sebagai berikut:
• Penentu status sosial. Pada umumnya, kain tradisional memliki motif-motif khusus yang hanya boleh dikenakan oleh orang yang berasal dari kalangan tertentu (keluarga kerajaan, bangsawan atau orang yang berkecukupan). Misalnya motif parang pada Batik Jogjakarta, yang hanya boleh dikenakan oleh Sultan. Pada saat sekarang ini, motif yang dulunya hanya ditujukan kepada keluarga bangsawan ini sekarang boleh dipakai siapa saja asalkan di luar lingkungan keraton.

Jumat, 09 Juli 2010

Sarita, wastra pusaka Toraja


 (Kain Sarita motif manusia - Koleksi Museum Tekstil)

Sebagai kain pusaka yang dianggap sakral oleh masyarakat Toraja, keberadaan kain Sarita dalam ritual adat memiliki peranan penting. Salah  satunya adalah upacara kematian. Upacara besar ini dipercaya mampu mengantar seseorang yang meninggal ke alam baka. Kehadiran kain adat tersebut bukan hanya melambangkan status tetapi juga symbol restu keluarga. 

Sabtu, 03 Juli 2010

Tapis, si Manis dari Lampung



                                    Perajin kain Tapis sedang menyisipkan kaca ke kain.

Lampung tidak hanya penghasil gula, tapi juga salah satu daerah penghasil kain yang tak kalah cantiknya dengan kain yang berasal dari daerah lain. Tapis nama kain itu, kain tenun yang cerah dan bercorak warna-warni meriah ini merupakan kain tenun yang mempunyai corak garis-garis dan kaya akan motif alam seperti flora dan fauna. Satu keunikan dari kain Tapis adalah adanya pecahan kaca yang disisipkan ke dalam tenunan, yang membuat kain Tapis semakin berkilau ketika digunakan. Sekarang ini Tapis jarang digunakan sebagai busana sehari-hari, penggunaannya hanya sebatas pada ritual adat dan keagamaan seperti pada perkawinan.

Bahan utama pembuat Tapis adalah kapas. Benang kapas digunakan sebagai latar tenunan dan benang emas dan/atau perak sebagai pembentuk motif, benang jenis ini digunakan dengan teknik sulam, sedangkan untuk benang latar digunakan teknik tenun ikat. Perwarnaan menggunakan bahan alami, seperti kunyit untuk warna kuning, mahoni untuk warna coklat. Untuk pengawetan benang digunakan akar serai wangi, dan untuk meregangkan benang digunakan lilin sarang lebah. Setelah tahun 1950, para perajin Tapis tidak lagi menggunakan bahan pewarna alami selain karena bahan baku alami yang makin sulit didapat, benang sintetis juga sudah banyak beredar di pasaran. Selain kapas, Tapis juga dibuat ada yang terbuat dari sutera.